Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Jumat, 24 Agustus 2012

RAPBN 2013 mandul selesaikan masalah ekonomi

JAKARTA, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2013 sebesar Rp1.507,744 triliun dinilai tidak mampu berkontribusi signifikan
dalam upaya penyelesaian permasalahan ekonomi di tanah air.


Menurut pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, isu utama RAPBN 2013 sebenarnya masih berkutat pada ketidakjelasan arah pemulihan ekonomi di Eropa serta terseok-seoknya AS dalam menghadapi musuh-musuh ekonomi politiknya.
“Sementara secara internal, isu pokoknya tetap tidak bergeser, yakni pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas dengan kata ganti pertumbuhan inklusif,” ujarnya, Jumat (28/8/2012).
Ia melihat, pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas itu bukan hanya kegagalan mengatasi pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan. Tapi juga gagal meningkatkan harkat martabat bangsa, mengatasi kriminalitas karena alasan keterhimpitan ekonomi, besarnya alih fungsi lahan pertanian dan buruknya infrastruktur pertanian, sebagai indikasi awal kegagalan ketahanan pangan. Apalagi, kalau harus mencapai kedaulatan pangan.
Selain itu, meningkatnya pasar tumpah dan retail modern, tutupnya toko kelontong masyarakat, rusaknya tata ruang, serta sadar atau tidak meningkatnya human trafficking karena alasan ekonomi, diikuti mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan.
Risetnya selama 2003-2008 membuktikan hal itu terjadi di tingkat nasional sampai hingga ke provinsi atau kota / kabupaten yang memperoleh DAU cukup besar. “Jawa Barat, khususnya Bandung, Kota Madya Bekasi, Bogor dan Depok serta Cirebon adalah bukti kasat mata bahwa hal itu terjadi,”katanya.
Saat yang sama, imbuhnya, dalam rangka menunjukkan prestasi pemerintahan, RAPBN 2013 menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,8-7,2%, nilai tukar terhadap dolar AS Rp9000-9400 serta inflasi 4,4-5,4%, dengan asumsi harga minyak Indonesia US$95-120 per barell.
Dari asumsi ini saja, dengan rentang deviasi yang begitu lebar, terlihat tiga hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sebenarnya tidak meningkat, karena diikuti asumsi nilai tukar yang melemah.
Kedua, lebarnya angka penyimpangan itu menunjukkan rendahnya kemampuan Pemerintah membangun ketahanan fundamental makroekonomi. “Bukti hal ini nampak pada semester pertama 2012, yakni banyak perusahaan swasta dan BUMN yang mengalami kerugian karena selisih negatif kurs antara kurs yang diprediksi dengan krus di pasar uang,”paparnya.
Ichsanuddin mencontohkan PT Telkom Tbk yang mengalami kerugian selisih kurs itu di atas Rp200 miliar. “Tak terkecuali APBN yang dari segi neraca pinjaman LN negatif, sehingga membutuhkan nilai rupiah lebih besar untuk membayar bunga dan cicilan utang luar negeri,”katanya.
Ketiga, berlaku prinsip mitigasi risiko, yakni, jika suatu asumsi ditetapkan dengan rentang penyimpangan yang lebar, maka tingkat kepekaan rancangan atau perencanaan keuangan sebenarnya berkualitas rendah.
“Artinya, dalam posisi perekonomian kita terintegrasi dengan perekonomian global (sesuai kehendak Bank Dunia, IMF dan WTO serta Mafia Berkeley sebagai penguasa ekonomi dan keuangan di Indonesia), maka rendahnya tingkat kepekaan itu terhadap gejolak eksternal, sebenarnya menunjukkan kelemahan pengelolaan ekonomi-keuangan,”ujarnya.
Perspektif itulah yang kemudian membawa pemikiran bahwa RAPBN 2013 sebesar Rp1.507,744 triliun tidak memberi banyak makna dalam menyelesaikan akar masalah perekonomian Indonesia.kbc9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar